Saturday, October 23, 2010

::...Sebak...::


Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah s.a.w dengan suara terbatas memberikan khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertaqwalah kepada-Nya. Ku wariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan Sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah s.a.w yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Saidina Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Saidina Umar adanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Saidina Usman menghela nafas panjang dan Saidina Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah s.a.w akan meninggalkan kita semua," keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah s.a.w yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun darimimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah s.a.w masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah s.a.w sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah s.a.w menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah s.a.w, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah s.a.w menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggil Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia untuk menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasulullah s.a.w dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah s.a.w lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik itu semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah s.a.w ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah s.a.w bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah s.a.w mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah s.a.w pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah s.a.w memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah s.a.w mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. Kalam Rasulullah s.a.w yang bermaksud ,"...peliharalah solat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah s.a.w yang mulai kebiruan."Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai baginda sepertimana baginda mencintai kita? Betapa cintanya Rasulullah kepada kita..

....................Sollu 'alannabiyy.....................

No comments:

Post a Comment